Gandrung Banyuwangi (budaya yang hampir punah)


Apa sih Gandrung Banyuwangi itu ???

Mengapa bisa terancam punah ???

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu terlebih dahulu kita harus tahu apa yang dimaksud gandrung banyuwangi itu, dalam bahasa Jawa Gandrung berarti tergila-gila atau cinta habis-habisan. Kesenian ini masih satu tipe dengan ketuk tilu di Jawa Barat, tayub di Jawa Tengah dan Jawa Timur bagian Barat. Lengger di wilayah Banyumas dan joged bumbung di Bali, dengan melibatkan seorang wanita penari yang tentunya profesional yang menari bersama-sama tamu (terutama pria) dengan iringan musik (gamelan). Bentuk kesenian yang didominasi tarian dengan orkestrasi khas ini populer di wilayah Banyuwangi yang terletak di ujung timur Pulau Jawa  dan telah menjadi ciri khas dari wilayah tersebut, hingga tak salah jika Banyuwangi selalu diidentikkan dengan gandrung. Kenyataannya, Banyuwangi sering dijuluki Kota Gandrung dan patung penari gandrung dapat dijumpai di berbagai sudut wilayah Banyuwangi.

Gandrung sering dipentaskan pada berbagai acara, seperti perkawinan, pethik laut, khitanan, tujuh belasan dan acara-acara resmi maupun tak resmi lainnya baik di Banyuwangi maupun wilayah lainnya. Menurut kebiasaan sehari-harinya biasanya kesenian ini dimulai dari malam hari hingga subuh (pagi hari). Menurut sejarahnya Gandrung pertamakali ditarikan oleh pria yang didandani seperti seorang wanita dan tidak lama kemudian tarian ini lenyap karena ajaran islam melarang pria berdandan mennyerupai seorang wanita dan diteruskan oleh para wanita yang kemudian menjadi babak baru dan tumbuhnya tradisi tarian Gandrung. Pertunjukan Gandrung yang asli biasanya dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :

  • jejer
  • maju atau ngibing
  • seblang subuh

Jejer, bagian ini merupakan pembuka seluruh pertunjukan gandrung. Pada bagian ini, penari menyanyikan beberapa lagu dan menari secara solo, tanpa tamu. Para tamu yang umumnya laki-laki hanya menyaksikan.

Maju, setelah jejer selesai, maka sang penari mulai memberikan selendang-selendang untuk diberikan kepada tamu. Tamu-tamu pentinglah yang terlebih dahulu mendapat kesempatan menari bersama-sama. Biasanya para tamu terdiri dari empat orang, membentuk bujur sangkar dengan penari berada di tengah-tengah. Sang gandrung akan mendatangi para tamu yang menari dengannya satu persatu dengan gerakan-gerakan yang menggoda, dan itulah esensi dari tari gandrung, yakni tergila-gila atau hawa nafsu. Setelah selesai, si penari akan mendatang rombongan penonton, dan meminta salah satu penonton untuk memilihkan lagu yang akan dibawakan. Acara ini diselang-seling antara maju dan repèn (nyanyian yang tidak ditarikan), dan berlangsung sepanjang malam hingga menjelang subuh. Kadang-kadang pertunjukan ini menghadapi kekacauan, yang disebabkan oleh para penonton yang menunggu giliran atau mabuk, sehingga perkelahian tak terelakkan lagi.

Seblang Subuh, bagian ini merupakan penutup dari seluruh rangkaian pertunjukan gandrung Banyuwangi. Setelah selesai melakukan maju dan beristirahat sejenak, dimulailah bagian seblang subuh. Dimulai dengan gerakan penari yang perlahan dan penuh penghayatan, kadang sambil membawa kipas yang dikibas-kibaskan menurut irama atau tanpa membawa kipas sama sekali sambil menyanyikan lagu-lagu bertema sedih seperti misalnya seblang lokento. Suasana mistis terasa pada saat bagian seblang subuh ini, karena masih terhubung erat dengan ritual seblang, suatu ritual penyembuhan atau penyucian dan masih dilakukan (meski sulit dijumpai) oleh penari-penari wanita usia lanjut. Pada masa sekarang ini, bagian seblang subuh kerap dihilangkan meskipun sebenarnya bagian ini menjadi penutup satu pertunjukan pentas gandrung.

Tata busana penari sangat khas sekali berbeda dengan tarian bagian Jawa lain yang terpengaruh oleh Bali.

g-land-gandrung-banyuwangi-dance-1024x789

Bagian Kepala, kepala dipasangi hiasan serupa mahkota yang disebut omprok yang terbuat dari kulit kerbau yang disamak dan diberi ornamen berwarna emas dan merah serta diberi ornamen tokoh Antasena, putra Bima yang berkepala manusia raksasa namun berbadan ular serta menutupi seluruh rambut penari gandrung. Pada masa lampau ornamen Antasena ini tidak melekat pada mahkota melainkan setengah terlepas seperti sayap burung. Sejak setelah tahun 1960-an, ornamen ekor Antasena ini kemudian dilekatkan pada omprok hingga menjadi yang sekarang ini. Selanjutnya pada mahkota tersebut diberi ornamen berwarna perak yang berfungsi membuat wajah sang penari seolah bulat telur, serta ada tambahan ornamen bunga yang disebut cundhuk mentul di atasnya. Sering kali, bagian omprok ini dipasang hio yang pada gilirannya memberi kesan magis.

Bagian tubuh,  busana untuk tubuh terdiri dari baju yang terbuat dari beludru berwarna hitam, dihias dengan ornamen kuning emas, serta manik-manik yang mengkilat dan berbentuk leher botol yang melilit leher hingga dada, sedang bagian pundak dan separuh punggung dibiarkan terbuka. Di bagian leher tersebut dipasang ilat-ilatan yang menutup tengah dada dan sebagai penghias bagian atas. Pada bagian lengan dihias masing-masing dengan satu buah kelat bahu dan bagian pinggang dihias dengan ikat pinggang dan sembong serta diberi hiasan kain berwarna-warni sebagai pemanisnya. Selendang selalu dikenakan di bahu.

Bagian bawah, penari gandrung menggunakan kain batik dengan corak bermacam-macam. Namun corak batik yang paling banyak dipakai serta menjadi ciri khusus adalah batik dengan corak gajah oling, corak tumbuh-tumbuhan dengan belalai gajah pada dasar kain putih yang menjadi ciri khas Banyuwangi. Sebelum tahun 1930-an, penari gandrung tidak memakai kaus kaki, namun semenjak dekade tersebut penari gandrung selalu memakai kaus kaki putih dalam setiap pertunjukannya. Dan terakhir ornamen yang selalu dibawa adalah kipas, dahulu seorang penari membawa dua buah kipas sekarang hanya satu kipas saja untuk bagian-bagian tertentu disetiap pertunjukan.

Musik pengiring untuk gandrung Banyuwangi terdiri dari satu buah kempul atau gong, satu buah kluncing (triangle), satu atau dua buah biola, dua buah kendhang, dan sepasang kethulk. Di samping itu, pertunjukan tidak lengkap jika tidak diiringi panjak atau kadang-kadang disebut pengudang(pemberi semangat) yang bertugas memberi semangat dan memberi efek kocak dalam setiap pertunjukan gandrung. Peran panjak dapat diambil oleh pemain kluncing. Selain itu kadang-kadang diselingi dengan saronBali, angklung, atau rebana sebagai bentuk kreasi.

Perkembangannya

Sekarang banyak sekali generasi muda yang tidak memahami bahkan tidak pernah tahu dengan kesenian gandrung ini. Seni Budaya yang seharusnya dilestarikan dan dikembangkan oleh generasi muda,  sekarang tidak pernah terjamah oleh masyarakat diluar Banyuwangi. Sebagian besar masyarakat di luar Banyuwangi tidak tahu tentang adanya kesenian ini, sekalinya tahu-pun hanya menyamakan gandrung dengan dangdut. Yang tentunya sangat berbeda sekali antara dangdut dan Ganrung. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi pun bahkan mulai mewajibkan setiap siswanya dari SD hingga SMA untuk mengikuti ekstrakurikuler kesenian Banyuwangi. Salah satu di antaranya diwajibkan mempelajari tari Jejer yang merupakan sempalan dari pertunjukan gandrung Banyuwangi. Walaupun demikian kita sebagai generasi muda harus terus ikut membantu mengembangkan dan melestarikan Budaya Indonesia agar tidak punah, contohnya kesenian Gandrung ini sebagai salah satunya dari sekian banyak kesenian di negeri ini. Jangan sampai negara lain mengambil salah satu kesenian kita, baru kita angkat tangan. Sungguh memalukan Negara yang mempunyai banyak sekali kebudayaan tetapi kita sebagai warga negara itu sendiri tidah pernah tahu kebudayaan itu. Saya selaku penulis ingin mengajak para pembaca untuk menghargai dan menjaga serta melestarikan semua seni yang ada di negeri ini agar tidak punah dan diambil negara lain.

  1. #1 by maslamah on Oktober 21, 2012 - 1:56 pm

    saya sangat setujundengan pendapat anda untuk tertap melestarikan budaya, termasuk tari gandrung akan tetapi esensi-esensi uyang bertentangan dg ajaran agama islam, sebaiknya dirilis kembali untuk menjadi sebuah tari gandrung yang tdk hanya untuk berfpya-foya , mengumbar nafsu dlm menyambut tari akan tetapi di rubah dengang gandrung yang mempunyai nilai-nilai seperti halnya tari makan siri dari pekan baru, itu juga tari penyambutan para tamu/saudagar2 kaya dn seterusnya

Tinggalkan komentar