Archive for category catatan
KESAKSIAN
Posted by waktuyangtertinggal in catatan on Oktober 8, 2011
K E S A K S I A N
by: WS Rendra
Aku mendengar suara
Jerit hewan yang terluka
Ada orang memanah rembulan
Ada anak burung terjatuh dari sarangnya
Orang-orang harus dibangunkan
Kesaksian harus diberikan
Agar kehidupan bisa terjaga
Suatu hari ketika usiaku masih 10 tahun, aku baca puisi ini di salah satu agenda usang pamanku yang nyaris dibuang. Sejak itu baris-baris demi baris puisi ini gakpernah luput dari ingatanku. *eh* kecuali baris “orang-orang harus dibangunkan” .. yang sumpah..aku lupa… kemarin ketika browsing, gak sengaja menemukan puisi ini secara utuh.. seneng banget.
SEKALI LAGI
Posted by waktuyangtertinggal in catatan on Oktober 8, 2011
Gara-gara kemarin menemukan (lagi) puisi WS Rendra yang berjudul “Kesaksian”, aku jadi tergugah untuk membongkar diary-diary lawasku. Aku ingat, di halaman belakang salah satu diary itu, aku catat puisi WS Rendra lainnya yang aku suka banget. Kakakku bilang, aku menyukainya karena puisi ini mencerminkan ‘semangat perlawanan’ ku.
Ini dia si puisi:
SAJAK ORANG KEPANASAN
by: WS Rendra
karena kami makan akar
dan terigu menumpuk di gudangmu …..
karena kami hidup berhimpitan
dan ruangmu berlebihan …..
maka kita bukan sekutu
karena kami kucel
dan kamu gemerlapan …..
karena kami sumpeg
dan kamu mengunci pintu …..
maka kami mencurigaimu
karena kami terlantar di jalan
dan kamu memiliki semua keteduhan …..
karena kami kebanjiran
dan kamu berpesta di kapal pesiar …..
maka kami tidak menyukaimu
karena kami dibungkam
dan kamu nrocos bicara …..
karena kami diancam
dan kamu memaksakan kekuasaan …..
maka kami bilang TIDAK kepadamu
karena kami tidak boleh memilih
dan kamu bebas berencana …..
karena kami cuma bersandal
dan kamu bebas memakai senapan …..
karena kami harus sopan
dan kamu punya penjara …..
maka TIDAK dan TIDAK kepadamu
karena kami arus kali
dan kamu batu tanpa hati
maka air akan mengikis batu
AKU INGIN
Posted by waktuyangtertinggal in catatan on Oktober 8, 2011
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
KOTAK SUARA
Posted by waktuyangtertinggal in catatan on Oktober 8, 2011
KOTAK SUARA
Di sebuah kerajaan dilangsungkan pemilihan
Di sebuah pemilihan dilakukan penghitungan
Di sebuah penghitungan berlangsung keajaiban
Di sebuah keajaiban semua mata ditutupkan
Berbagai ilmu diterapakan mentabulasinya
Matematika, statistika dan retorika
Berbagai aplikasi adalah bukti sofistikasi
Komputerisasi, telekomunikasi dan stikrisasi
Inilah kisah tentang sebuah pohon misteri
Di akarnya ada angka sejuta
naik ke batang jadi setengah juta
terus ke ranting jadi seratus ribu
sampai ke puncak tinggal seribu saja
Ajaib, ke mana menguap itu angka
Di akarnya ada angka seribu
naik ke batang jadi seribu
terus ke ranting jadi setengah juta
sampai di puncak jadi sejuta
Ajaib, angka-angka beranaknya luar biasa
Di dalam kotak suara
Angka-angka saling bertanya asal-usul satu dan lainnya
Mereka berselisih pendapat, dan berkelahi semuanya
Angka-angka sikut-menyikut, pukul-memukul,
Angka-angka tampar-menampar, gebuk-menggebuk
Mereka berkelahi berhari-hari
Kotak itu bergoyang ke kanan dan ke kiri
Angka-angka capek, tergeletak kini
Inilah kisah berikutanya tentang mereka yang mengembara
Pada suatu malam ketika bulan tiada
Serombongan angka menyelinap keluar kotak suara
Memanjat lewat celah, tergelincir jatuh bersama
Terpisah-pisah mereka bertualang mengembara
Sebuah angka berenang di Laut Jawa
Menyeberang ke arah tua
Mudik di sungai naik ke tepioan masuk ke hutan
Sebuah anga menempel di kapal sampai Selat Malaka
Masuk sungai naik ke tepian masuk ke hutan
Di musim kemarau panjang jadi api kecil dia menjelma
Di musim kering dia menyulut rimba menyala-nyala
Memanggang hutan Kalimantan dan Sumatera
Berjuta hektar mereka bakar
Berbulan-bulan lamanya
Abu jerebu terbang ke mana-mana
Ada angka temannya, sendirian dia mengembara
Kawah gunung berapi dimasukinya
Gunung itu dibujuknya agara mengguncang gempa
Gunung itu diarahkannya agar meledakkan api menyala
Gunung pun meletus, bumi berguncang
Desa-desa hangus terpanggang
Ada angka lainnya terbang ke awan, turun sebagai hujan
Masuk ke sungai menghilir dan jadi banjir
Banjir itu melongsorkan pertebingan, mematahkan jembatan
Menutup persawahan, menghanyutkan pergubukan
Dan menggasak perkotaan
Lalu angka lainnya masuk lokomotip,
dan kereta api itu dahsyat tabrakan
Masuk kapal penumpang besar,
maka kapal itu tenggelam
Masuk kapal terbang
dan kapal terbang itu terjun hilang ke persungaian
Ada angka yang berbakat penuh sebagai pembunuh
Dia merengsek alat kelamin dan masuk tombak nyamuk yang
menungging, menabur dua penyakit yang mengejek sains tanpa
kesembuhan, menyebar belalang berjuta bagaimana menghalaunya
Ada angka yang masuk peluru runcing bermesiu. Siapa itu penembak tepat mengintip teleskop dan memetik nyawa anak muda itu. Huru-hara merobohkan ribuan bangunan dan memuingkan ratusan kendaraan, memantik api yang memanggangkan ratusan orang di lantai atas pusat perbelanjaan, dan menyerakkan barang jarahan.
Di kotak suara, angka-angka yang ditinggal teman mengembara saling bertanya, “Hei, ke mana saja kawan-kawan kita itu pergi, ya?”
Mereka memanjat dan berjatuhan ke luar kotak
Ketika di kakilangit api dan asap masih nampak marak,
Taufiq Ismail
1998
BAGAIMANA KALAU
Posted by waktuyangtertinggal in budaya, catatan on Oktober 8, 2011
BAGAIMANA KALAU
Bagaimana kalau dulu bukan khuldi yang dimakan Adam,
tapi buah alpukat,
Bagaimana kalau bumi bukan bulat tapi segi empat,
Bagaimana kalau lagu Indonesia Raya kita rubah,
dan kepada Koes Plus kita beri mandat,
Bagaimana kalau ibukota Amerika Hanoi,
dan ibukota Indonesia Monaco,
Bagaimana kalau malam nanti jam sebelas,
salju turun di Gunung Sahari,
Bagaimana kalau bisa dibuktikan bahwa Ali Murtopo,
Ali Sadikin dan Ali Wardhana ternyata pengarang-pengarang lagu pop,
Bagaimana kalau hutang-hutang Indonesia ,
dibayar dengan pementasan Rendra,
Bagaimana kalau segala yang kita angankan terjadi,
dan segala yang terjadi pernah kita rancangkan,
Bagaimana kalau akustik dunia jadi demikian sempurnanya sehingga di
kamar tidur kau sampai deru bom Vietnam, gemersik sejuta kaki
pengungsi, gemuruh banjir dan gempa bumi serta suara-suara
percintaan anak muda, juga bunyi industri presisi dan
margasatwa Afrika,
Bagaimana kalau pemerintah diizinkan protes dan rakyat kecil
mempertimbangkan protes itu,
Bagaimana kalau kesenian dihentikan saja sampai di sini dan kita
pelihara ternak sebagai pengganti,
Bagaimana kalau sampai waktunya kita tidak perlu bertanya bagaimana
lagi
Taufiq Ismail
1971
Sumber:
Malu (aku) Jadi Orang Indonesia
Seratus Puisi Taufiq Ismail